7 Game Bagus yang Orang Tak Coba Karena Satu Alasan_1

Game Bagus yang Orang Tak Coba – Ketika gamer temukan sebuah game yang bagus, tentu mereka akan merekomendasikannya ke orang lain mau itu teman atau juga orang di sosial media. Semakin banyak yang orang yang suka, semakin banyak orang yang tertarik dan penasaran.

Tetapi terkadang beberapa orang terhalang untuk mencoba game yang bagus karena aspek tertentu. Meski halangan ini tidak memengaruhi kualitas game, alasan tersebut cukup untuk mereka skip game yang sebenarnya bagus.

Pada list kali ini, kami akan membicarakan beberapa game yang mengalami kasus tersebut berdasarkan dari pengalaman dan juga asumsi banyak orang di internet.

Disclaimer: Artikel ini dibuat berdasarkan pendapat penulis tanpa ada niat buruk dan beberapa list game dikumpulan dari informasi komunitas game yang berkembang terhadap beberapa game tertentu.

Daftar isi

Game Bagus yang Orang Tak Coba Karena Satu Alasan

Berikut ini 7 Game Bagus yang Orang Tak Coba karena satu alasan tertentu:

1. Final Fantasy XIV

Final Fantasy XIV menjadi MMO modern terbaik dalam satu dekade terakhir. Meski versi awalnya mendapat banyak kecaman, edisi tahun 2014 yakni A Realm Reborn perbaiki resepsi game dan secara konsisten berikan konten berkualitas mau itu lewat update atau juga ekspansi.

Jalan cerita yang menarik, sistem progresi yang fleksibel, konten raid yang amat bagus, dan nuansa FF yang kental membuat game ini wajar saja menangkan Best Ongoing Games di The Game Awards berkali-kali.

Namun sayangnya banyak gamer yang sengaja abaikan game MMO ini karena membutuhkan subskripsi bulanan seharga $15. Memang ada free-trial yang memberi hampir setengah konten game, tetapi pasti ada saatnya pemain yang menyukai game ini terpaksa untuk memulai subskripsi.

2. League of Legend

Dari semua MOBA yang ada saat ini, League of Legends menjadi yang paling ambisius dan juga “paling niat”. Tak hanya game lebih rajin diperbarui dari MOBA lainnya, tetapi konten sampingan seperti lore karakter dan semesta game dieksekusi lebih baik di game ini.

Arcane yang tayang di Netflix menjadi contoh termudah untuk membuktikan hal tersebut. Semua orang tampaknya akan merekomendasimu untuk menonton serial animasi tersebut, tetapi mungkin yang menyarankan kamu untuk ikut bermain LoL dapat dihitung jari.

LoL menjadi salah satu game paling toxic, tak jarang pemainnya akan ngamuk dan nyerah karena satu hal terjadi seperti salah flash, satu creep jungle dicuri, atau juga first blood jatuh ke tim musuh.

Namun di luar dari apa yang terjadi di komunitas, League of Legends sebenarnya adalah game yang sangat bagus dan sangat saya rekomendasi untuk penggemar MOBA. Tetapi jangan salahkan saya jika kamu mendadak darah tinggi dan skizofrenia karena game ini.

3. The Last of Us Part 2

The Last of Us Part 2 menjadi kasus unik di mana game dapatkan ratusan penghargaan dan pujian dari media, tetapi gamer membencinya setengah mati dan protes kalau media itu bias, dibayar Sony, dan konspirasi lainnya ke sosial media.

Bagi mayoritas gamer, TLOU 2 dianggap terlalu woke alias mendorong politik liberal ke dalam game lewat hubungan romansa Ellie yang lesbian, keberadaan karakter transgender, lebih dominannya karakter wanita dalam cerita sekuel ini.

Selain itu, Abby sempat disinggung seorang transgender wanita sebelum rilis yang hingga saat ini masih dipikir demikian bagi sebagian orang yang tak mainkan game hanya karena postur tubuhnya yang berotot.

Kematian salah satu karakter kesayangan dengan mendadak menambah kobaran api emosi para gamer di internet. Pandangan buruk game kedua ini di mata netizen menjadi alasan banyak orang ragu untuk membeli, apalagi memainkannya.

Banyak orang berkoar akan sekuel ini sebelum bermain dan hal tersebut disayangkan karena dari segi gameplay, TLOU 2 tingkatkan game pertama secara drastis. Jalan cerita yang ditawarkan juga sebenarnya masuk akal dan sejalan dengan game pertama. Hanya saja gamer mungkin terlalu lelah dengan paksaan agenda politik dimuat dalam hiburan favorit mereka.

4. It Takes Two

Sebelumnya menjadi orang yang ditertawakan karena ucap “f*ck Oscar” saat acara The Game Awards 2017, Josef Fares bersama timnya di Hazelight meraih penghargaan tertinggi 5 tahun kemudian dengan mendapat game of the year di acara serupa lewat game ‘It Takes Two‘.

Dan memang harus diakui, It Takes Two adalah game yang luar biasa dengan level yang bervariasi, platforming yang seru, puzzle ringan yang menguji kerjasama, serta pesan moral yang amat baik untuk para pasangan dan juga orang tua.

Hanya saja untuk mainkan game ini kamu harus punya orang spesial untuk diajak main, terutamanya pasangan cinta karena tema dan pesan yang disampaikan game. Untuk sebagian gamer, hal tersebut menjadi tantangan tersendiri.

It Takes Two tak dapat dimainkan sendiri, maka jika kamu tak ada orang yang dapat diajak main, kamu tentu akan dibuat ragu untuk membeli.

5. Path of Exile

Path of Exile merupakan ARPG yang banyak mengambil inspirasi dari Diablo 2. Bahkan banyak gamer mengecap game satu ini sebagai “Diablo 3 yang sesungguhnya” karena mampu menciptakan kompleksitas serta jati diri dari seri terdahulu Diablo lebih baik ketimbang Blizzard.

Hanya saja banyak gamer setop bermain game ini di Act 2 atau 3, dan alasan paling klasik ketika ditanya kenapa setop ialah “game-nya terlalu ribet”.

Meskipun sekilas terlihat seperti game di mana kamu sekedar sapu bersih ribuan musuh di layar bagaikan mesin roomba, Path of Exile tak dapat dibilang ramah pendatang baru. Mulai dari passive tree yang begitu bercabang, sistem gem yang perlu diatur dengan benar, serta pilihan build yang beragam membuat sistem progresi dari PoE butuh banyak planning.

Hal ini membuat banyak pemain casual dibuat bingung dan berhenti bermain. Hal yang wajar tetapi sangat disayangkan karena konten akhir serta replaybility dari PoE jauh lebih superior dibandingkan banyak game dengan genre serupa.

6. Call of Duty: Infinite Warfare

Call of Duty: Infinite Warfare menjadi seri CoD paling overhated sejauh ini. Ketika pertama kali diperkenalkan, fans langsung banjiri respon negatif mereka di media sosial dan juga trailer di Youtube hingga menjadikan video pengumumannya menjadi salah satu video paling banyak dislike di Youtube.

Fans begitu lelah dengan tema futuristik yang semakin lama semakin melenceng dari tema utama Call of Duty yang lebih tentang perang dunia dan bukan drama scifi. Persepsi negatif ini membuat banyak fans tak memberi Infinite Warfare kesempatan sama sekali dan lebih beralih ke game tetangga yakni Battlefield 1.

Meskipun jauh dari sempurna, Infinite Warfare tawarkan banyak hal menarik dan jauh dari “game jelek” seperti yang diasumsi oleh fans. Campaign IW penuh dengan set-pieces dan misi yang seru.

Konflik dan karakter yang ditawarkan juga tergolong cukup menarik, dan map multiplayer yang diberikan tergolong menyenangkan karena dibuat khusus untuk deretan gimmick scifi yang game usung.

7. Fortnite

Fornite menjadi game battle-royale terbesar saat ini dengan deretan crossover bersama film, game, anime, dan bahkan artis hollywood terus bermunculan setiap update baru. Dengan reputasi yang terus membesar, wajar-wajar saja jika banyak gamer muda bakal mencobanya, apalagi dengan game dirilis gratis.

Daya tariknya terhadap gamer muda ini menjadi alasan utama banyak orang memandang Fortnite sebagai game anak kecil dan juga cringe untuk dimainkan para “gamer hardcore“.

Pada dasarnya semua game populer dapatkan perlakuan serupa, tetapi Fortnite dapat dibilang menjadi yang terbaru dan masih belum lepas akan pandangan tersebut. Berbeda dengan Minecraft yang telah menjadi wholesome dan nostalgic bagi gamer tua.

Di luar dari persepsi cringe ini, Fortnite sebenarnya game bagus dengan gunplay yang memuaskan, peta dan senjata yang selalu diperbarui, produksi yang tinggi, dan microtransaction yang tergolong “ramah” ketimbang deretan game live-service lain yang mencoba mereplika kesuksesan game ini.

Baca pula informasi Gamebrott lainnya tentang Game Terbaik beserta dengan kabar-kabar menarik lainnya seputar dunia video game dari saya, Muhammad Maulana. For further information and other inquiries, you can contact us via author